IMUNISASI WAJIB
1. Imunisasi BCG
Bertujuan mencegah penyakit TB (tuberkulosis). Bisa diberikan sejak bayi baru lahir, namun paling efektif saat bayi usia 1—2 bulan. Imunisasi BCG diberikan sekali dan tak perlu diulang (kecuali kalau gagal), antibodi akan terus ada seumur hidup. Diberikan dengan cara disuntikkan menyusur kulit, umumnya di lengan kanan atas. Satu-dua bulan setelah disuntik terdapat luka kecil yang tak jarang hingga bernanah. Jangan khawatir karena itu merupakan tanda pemberian imunisasi BCG berhasil, selain munculnya benjolan kecil. Apabila tak muncul benjolan, imunisasi harus diulang sebelum anak berusia 1 tahun.
Selain karena cara penyuntikan yang salah, imunisasi bisa gagal (tidak jadi) lantaran daya tahan tubuh anak kurang bagus atau anak kurang gizi. Tubuh anak yang kurang gizi atau daya tahannya tidak bagus, tidak akan mampu membuat zat-zat tertentu yang dibutuhkan untuk membuat zat anti. Umumnya imunisasi BCG tidak menyebabkan efek samping, yang terjadi adalah pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya akan sembuh sendiri.
2. Imunisasi Hepatitis B
Bertujuan mencegah kerusakan hati. Diberikan sebanyak 3 kali, suntikan pertama pada 12 jam setelah kelahiran, suntikan kedua saat usia 1 bulan, suntikan ketiga di usia 6 bulan. Pada anak, suntikan diberikan intramuskuler di lengan, sementara pada bayi lewat anterolateral paha. Bila ibu terbukti mengidap hepatitis B, diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobulin anti hepatitis B sebelum 24 jam, selanjutnya bayi mendapat imunisasi hepatitis B pada 24 jam setelah lahir, jadwal berikutnya sama dengan anak lain.
Meski sangat jarang, pada beberapa anak mungkin akan muncul keluhan nyeri di bekas suntikan yang disertai demam ringan. Jangan khawatir karena reaksi ini akan hilang dengan sendirinya dalam waktu 1—2 hari. Imunisasi ini tidak dapat diberikan pada anak yang sedang sakit berat. Pada ibu hamil, imunisasi ini bisa diberikan dengan keuntungan ganda, selain melindungi ibu, juga melindungi janin selama dalam kandungan maupun bayi sampai beberapa bulan setelah lahir.
3. Imunisasi DPT
Bertujuan mencegah penyakit difteri, pertusis, tetanus (DPT). Imunisasi ini diberikan sebanyak 5 kali. DPT I sampai III harus diberikan sebelum bayi berusia setahun, umumnya di usia 2 bulan (DPT I), usia 4 bulan (DPT II), dan usia 6 bulan (DPT III). Berikutnya, DPT IV diberikan di usia 18 bulan dan DPT V di usia 5 tahun. Kemudian, di usia 12 tahun, anak bisa mendapat suntikan TT (Tetanus Toksoid).
Setelah imunisasi DPT, reaksi yang umum terjadi, anak akan merasa tangan/kaki pegal, kelelahan, kurang nafsu makan, muntah, rewel, dan demam. Ada yang demamnya biasa, namun pada beberapa anak muncul demam tinggi (37,5°C—40°C). Orangtua tak perlu khawatir karena demam ini akan turun dalam waktu 1—2 hari setelah diberikan obat penurun demam. Akan tetapi, kalau setelah 2 hari tak kunjung turun atau anak mempunyai riwayat kejang, segera bawa ke dokter. Bisa juga memilih menggunakan vaksin DPT asesuler dengan dampak efek samping demam lebih minimal, terutama bagi yang punya riwayat kejang. Imunisasi DPT tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat epilepsi.
4. Imunisasi Polio
Sesuai dengan namanya, imunisasi polio bertujuan mencegah penyakit polio. Imunisasi polio diberikan dengan cara suntikan (Inactived Poliomyelitis Vaccien/IPV) atau melalui mulut (Oral Poliomyelitis Vaccien/OPV). Khusus untuk di Indonesia, imunisasi polio hanya diberikan dengan cara oral. Imunisasi polio diberikan 6 kali; pertama diberikan saat lahir, selanjutnya di usia 2, 4, dan 6 bulan. Selepas usia bayi, diberikan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Biasanya diberikan berbarengan dengan imunisasi DPT.
Meskipun jarang muncul efek samping, tetapi pada beberapa anak ada yang mengalami Paralitik Poliomyelitis (Vaccine Associated Paralytic Poliomyelitis/VAPP) yaitu lumpuh layuh akut yang terjadi pada 4—40 hari setelah diberikan vaksin OPV. Saat ini telah tersedia vaksin polio inaktif (IPV), berupa suntikan mengandung virus polio yang dimatikan, sehingga aman diberikan tanpa ada risiko lumpuh layuh (VAPP). Bahkan, boleh diberikan pada anak dengan gangguan sistem kekebalan tubuh (immunocompromize) sekalipun.
Imunisasi polio OPV berupa virus hidup tidak boleh diberikan bila anak dalam keadaan demam (38,5°C), ada penyakit akut, muntah, diare, sedang menerima pengobatan kortikosteroid, pengobatan radiasi umum, penyakit kanker/keganasan, penderita HIV/AIDS. Intinya, imunisasi polio aman diberikan, belum ada dalam literatur anak yang meninggal karena imunisasi polio.
5. Imunisasi Campak
Bertujuan mencegah penyakit campak, diberikan 2 kali pada usia 9 bulan dan 6 tahun. Penentuan usia 9 bulan berdasar pertimbangan di usia tersebut antibodi dari ibu sudah menurun. Bila sampai usia 12 bulan anak belum mendapat imunisasi campak, maka direkomendasikan untuk mendapat imunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella).
Bila anak sudah pernah terkena campak, tubuh akan membentuk antibodi secara alami sehingga kecil kemungkinan akan terpapar lagi. Campak hanya akan menyerang sekali seumur hidup, kalau ada yang mengatakan berulang, bisa jadi diagnosis sebelumnya kurang tepat. Karenanya anak yang sudah pernah terkena campak tak perlu diimunisasi lagi. Bahkan, imunisasi MMR untuk anak usia 6 tahun mensyaratkan belum pernah terkena campak sebelumnya; kalau sudah, tidak perlu diberikan.
Umumnya tidak ada efek samping yang ditimbulkan dari imunisasi ini, namun pada beberapa anak muncul reaksi demam atau diare. Biasanya demam ringan satu minggu setelah imunisasi dan akan hilang setelah 1—2 hari. Kadang ada juga efek kemerahan selama 3 hari, mulai hari ke-7 setelah imunisasi. Bercak kemerahan ini seperti campak tapi jauh lebih ringan. Untuk mengatasi reaksi tersebut bisa dengan banyak minum, memakai baju yang tipis atau minum obat turun panas.