Dysfunctional uterine bleeding (DUP) atau perdarahan uterus
disfungsional
Pengertian
Dysfunctional uterine bleeding (DUP) atau perdarahan uterus disfungsional
adalah perdarahan abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar
siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormon
(hipotalamushipofisis-ovarium-endometrium), tanpa kelainan organ. Perdarahan
ini juga didefinisikan sebagai menstruasi yang banyak dan / atau tidak teratur
tanpa adanya patologi pelvik yang diketahui, kehamilan atau gangguan perdarahan
umum.
Siklus Menstruasi Normal
Menstruasi normal terjadi akibat turunnya kadar progesteron dari endometrium
yang kaya esterogen. Siklus menstruasi yang menimbulkan ovulasi disebabkan
interaksi kompleks antara berbagai organ. Disfungsi pada tingkat manapun dapat
mengganggu ovulasi dan siklus menstruasi. Siklus menstruasi normal terjadi
setiap 21-35 hari dan berlangsung sekitar 2-7 hari. Pada saat menstruasi,
jumlah darah yang hilang diperkirakan 35-150 ml, biasanya berjumlah banyak
hingga hari kedua dan selanjutnya berkurang sampai menstruasi berakhir.
Patogenesis
Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi
(pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun keadaan
lain, misalnya pada wanita premenopause (folikel persisten).
Sekitar 90% perdarahan uterus difungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa
ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi.
Pada siklus ovulasi.
Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun bersamaan
dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormon
estrogen, sementara hormon progesteron tetap terbentuk.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa
reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon
estrogen berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding
rahim (endometrium) mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti
penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Nah, kondisi inilah
penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang rapuh. Di lain
pihak, perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu
bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah
perdarahan rahim berkepanjangan.
Gejala Klinik
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah
perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang.
Kejadian tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita
mengalami menstruasi) atau masa pre-menopause.
Pada siklus ovulasi
Karakteristik DUB bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang, hingga
spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan kurang
lebih 10% dari perdarahan disfungsionalndengan siklus pendek (polimenorea) atau
panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu dilakukan kerokan pada
masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur
sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang bentuk kurve suhu
badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari
endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai
etiologi :
1. korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang kadang
bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan endometrium
tidak teratur.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesteron
disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis dibuat, apabila hasil
biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium
yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus
4. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam
mekanisme pembekuan darah.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru
sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim
berkepanjangan. 2Pada tipe ini berhubungan dengan fluktuasi kadar estrogen dan
jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folike ini
mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia dan kemudian diganti oelh
folikel-folikel baru . Endometrium dibawah pengaruh estrogen akan tumbuh terus,
dan dari endometrium yang mula-mula proliperatif dapat terjadi endometrium
hiperplastik kistik. Jika gambaran ini diperoleh pada saat kerokan dapat
diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. Biasanya perdarahan
disfungsional ini terjadi pada masa pubertas dan masa pramenopause. Pada masa
pubertas terjadi sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan
atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa
pembuatan Releasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita
dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan
lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan
bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar.
Sedangkan pada wanita dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan
perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada
tidaknya tumor ganas.
Faktor Penyebab
Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional (DUB) belum
diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim
disfungsional, antara lain :
• Kegemukan (obesitas)
• Faktor kejiwaan
• Alat kontrasepsi hormonal
• Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices)
• Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim (DUB), misalnya:
trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah), Kencing
Manis (diabetus mellitus), dan lain-lain
• Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ
reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan lain
lain.
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam pemeriksaan
pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit
sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada
pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan.
Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia,
kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau
kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama
yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan –
bulan, kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 –
0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) dan atau
perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi yang dilakukan
saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi. Diagnosis DUB setelah
eksklusi penyakit organik traktus genitalia, terkadang menimbulkan kesulitan
karena tergantung pada apa yang dianggap sebagai penyakit organik, dan
tergantung pada sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
traktus genitalia. Pasien berusia dibawah 40 tahun memiliki resiko yang sangat
rendah mengalami karsinoma endometrium, jadi pemeriksaan patologi endometrium
tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan medis dapat digunakan sebagai
pengobatan lini pertama dimana penyelidikan secara invasif dilakukan hanya jika
simptom menetap. Resiko karsinoma endometerium pada pasien DUB perimenopause
adalah sekitar 1 persen. Jadi, pengambilan sampel endometrium penting
dilakukan.
Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH,
Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan
perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b)
histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan
perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon
terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit
organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka
penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada
seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang
memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan
kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam
uji coba terapeutik.
Pengobatan
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan
kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal
3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.
Menghentikan perdarahan.
Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:
Kuret (curettage). Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan
tidak bagi wanita menikah tapi “belum sempat berhubungan intim”. O b a t
(medikamentosa)
1. Golongan estrogen.
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama
generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan
tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil
estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver.
Dosis dan cara pemberian:
• • Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari.
• • Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)
• • Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan
Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat
selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak
boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi
25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut
melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap
koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi
estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik
atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat
depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah
suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
2.Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif.
Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau
perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah
memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan
dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang
normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan
berkelanjutan diperlukan. Paparan estrogen kronik dapat menimbulkan endometrium
yang berdarah banyak selama penarikan progestin . Speroff menganjurkan
pengobatan dengan menggunakan kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen menurun
secara bertahap.
Dua hingga empat pil diberikan setiap hari setiap enam hingga duabelas jam ,
selama 5 sampai 7 hari untuk mengontrol perdarahan akut. Formula ini biasanya
mengontrol perdarahan akut dalam 24 hingga 48 jam ; penghentian obat akan
menimbulkan perdarahan berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini, mulai diberikan
kontrasepsi oral siklik dosis rendah dan diulangi selama 3 siklus agar terjadi
regresi teratur endometrium yang berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis
pil kombinasi dapat diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudian 3 kali
sehari, kemudian 2 kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan
sekali setiap hari. Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium,
karena paparan estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari
dan menghambat steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana
DUB jangka panjang pada pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat tambahan
yaitu mencegah kehamilan. Khususnya untuk pasien perimenarche, perdarahan berat
yang lama dapat mengelupaskan endometrium basal, sehingga tidak responsif
terhadap progestin. Kuretase untuk mengontrol perdarahan dikontraindikasikan
karena tingginya resiko terjadinya sinekia intrauterin ( sindroma Asherman )
jika endometrium basal dikuret. OC aman pada wanita hingga usia 40 dan
diatasnya yang tidak obes, tidak merokok, dan tidak hipertensi.
3. Golongan progesterone
Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat
anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen
terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain:
• • Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum selama 7 10
hari.
• • Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.
• • Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular
4. OAINS
Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser dan
Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga
10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori,
tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode
perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama
menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB
ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi.2
Mengatur menstruasi agar kembali normal
Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk
mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron:
2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15
menstruasi.
Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%.
Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik.
Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb)
0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira
perlu sekitar 4 kantong darah
2.8 Prognosis
Hasil pengobatan bergantung kepada proses perjalanan penyakit (patofisiologi)
• Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat
memberikan angka kesembuhan hingga 90 %.
• Pada wanita muda, yang sebagian besar terjadi dalam siklus anovulasi, dapat
diobati dengan hasil baik.