Jakarta, Pasca seseorang menerima donor organ seperti ginjal atau hati, perilaku si penerima setelah menggunakan organ baru kerap kali dikaitkan dengan perilaku si pendonor. Benarkah jika transplantasi organ bisa mengubah tabiat seseorang?
"Seperti pasien transplantasi hati, itu lebih terkait dengan pandangan hidup bagaimana ia menikmati yang tadinya tidak ada harapan hidup, sekarang dia bisa hidup, seakan-akan punya hidup kedua," papar dr Agus Sudiro Waspodo, SpPD KGEH.
Menurut dr Agus, secara teoritis, penderita hepatitis C yang sudah parah, ia hanya memiliki waktu delapan minggu. Lalu, tiba-tiba ia mendapat kesempatan untuk hidup berkat adanya organ baru yang ia dapatkan. Maka dari itu, orang yang bersangkutan bisa lebih aktif sebagai rasa syukurnya.
"Orangnya bisa memanfaatkan hidup keduanya. Tapi ini tergantung sifat dia, hidup kedua ini dilakukan untuk melakukan hal-hal yang positif atau negatif. Jadi bukan donor hatinya, melainkan lebih ke respons dari si penerima donor yang merasa mendapat kesempatan kedua," imbuh Dr Agus.
Keterangan tersebut diberikan dr Agus di acara 'Media Gathering Hepatitis C dan Komplikasinya serta Penanganan' di function hall Pondok Indah Golf, Pondok Indah, Jakarta Selatan, dan ditulis pada Sabtu (28/9/2013).
Setelah menerima donor hati, tidak semua pasien bisa secara langsung menerima hati barunya. Maka dari itu, menurut dr Agus, ada beberapa resipien yang tubuhnya melakukan penolakan terhadap benda asing. Jika sudah seperti itu, maka pasien akan diberi obat yang harus dikonsumsinya seumur hidup.
"Jadi tidak hanya dari infeksi saja, bisa saja karena penolakan tubuh karena tubuh kita ini dikaruniai pelindung yang mengirim sinyal ketika bereaksi terhadap benda asing yang masuk. Jika benda itu dianggap membahayakan maka tubuh akan memeranginya habis-habisan layaknya musuh, dia akan merejeksi," papar dr Agus.
Sementara itu, dr Femmy Nurul Akbar SpPD KGEH mengatakan bahwa ada juga pasien yang tidak bisa melakukan transplantasi, terutama pasien dengan komplikasi penyakit lain misalnya saja diabetes.
"Kalau dia tidak bisa mengontrol kadar gulanya, kondisi tubuh tidak memungkinkan ya kita tidak bisa lakukan transplantasi. Kalau hipertensi masih bisalah. Makanya tadi dikatakan bahwa kesehatan si penerima juga harus benar-benar memungkinkan," papar dr Femmy.
Untuk biaya transplantasi di Indonesia, salah satunya di RS Pondok Indah, dr Agus mengatakan, "Biayanya sangat mahal, minimal Rp 1 miliar," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar